Bawaslu Dompu Kembali Gelar Sidang Ajudikasi Lanjutan Sengketa Pilkada

Kategori Berita

.

Bawaslu Dompu Kembali Gelar Sidang Ajudikasi Lanjutan Sengketa Pilkada

Sabtu, 03 Oktober 2020

 

Sidang Ajudikasi sengketa Pilkada Dompu Tahun 2020 di kantor Bawaslu Dompu. (dok : Topikbidom.com)


Dompu, Topikbidom.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Dompu, Sabtu (3/10/2020) kemarin kembali menggelar sidang ajudikasi lanjutan sengketa Pilkada Tahun 2020 antara Bapaslon Syaifurrahman Salman – Ika Rizky Veryani (SUKA) dengan KPU Dompu. Sidang yang dimulai sekitar pukul 10.12 Wita ini, berlangsung dengan agenda pemeriksaan alat bukti, mendengarkan keterangan saksi fakta dan pendapat Ahli. 


Sidang ini dipimpin langsung Ketua Bawaslu Dompu (Ketua Majelis) Drs. Irwan bersama (anggota Majelis) Devisi hukum dan penindakan Bawaslu Dompu Swastari Haz SH dan Divisi penyelesaian sengketa Bawaslu NTB Dr. Hj. Yuyun Nunul Azmi S.Pt, MP.



Pada sidang ini pun, SUKA diwakili tim kuasa hukumnya (Pemohon) yakni Kisman, SH, Dwi Yudhayana SH, Rusdiansyah SH MH, Suharto Baco SH dan Amirullah SH.

Sedangkan KPU Dompu (Termohon) diawakili Ansori SE (Divisi Teknis Penyelenggaraan) Agus Setyawan SH (Divisi Hukum dan Pengawasan) dan Sulastriana SE (Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih, Parmas dan SDM) 


Pantauan langsung Topikbidom.com, sidang diawali dengan agenda pemeriksaan alat bukti dengan terlebih dahulu membaca tata tertib sidang. Kemudian, dilanjutkan pemeriksaan alat bukti antara pemohon dan termohon bersama Majelis. 


Pada kesempatan ini, Pemohon mengajukan sebanyak 90 alat bukti, sedangkan Termohon sebanyak15 alat bukti dan selanjutnya disahkan oleh Majelis. 


Kemudian setelah itu, dilanjutkan dengan pemeriksaan para saksi fakta diawali dengan pengambilan sumpah para saksi yakni partai politik pengusung Bapaslon SUKA antaralain diwakili Sekertaris Partai Demokrat (Iksan Bacora), Sekertaris Partai Golkar (Arif Rahman) dan Ketua Partai  Berkarya (Ilham Yahyu SH). 


Terlihat tim kuasa SUKA, meminta keterangan para saksi fakta yang dihadirkan oleh pihaknya dalam persidangan ini. Pada kesempatan ini, terlihat juga perwakilan dari KPU Dompu juga meminta keterangan para saksi fakta yang dihadirkan oleh tim kuasa hukum Bapaslon SUKA.


Pada saat Pemeriksaan keterangan saksi fakta (LO dan Timses) mengaku tidak pernah memperoleh sosialisasi dari KPUD Dompu terkait dengan PKPU No 1 tahun 2020, salah satunya yg mengatur terkait dengan Paslon mantan narapidana korupsi. 


Majelis juga, menanyakan  mengenai kronologis pemberkasan syarat pendaftaran untuk Bapaslon serta hasil konsultasi dan kordinasi antara tim LO dengan pihak KPU selama masa pendaftaran sampai dengan pleno penetapan Paslon oleh KPU.


Pada kesempatan ini, pemohon mengaku telah melakukan (mempublikasikan) di media online Pojok Kiri  mengenai pengumuman atas nama H Syaifurrahman Salman yang merupakan mantan Napi. Media tersebut merupakan media Nasional dan ada  perwakilan di NTB khusus diwilayah Dompu. Majelis juga menyatakan hasil Verifikasi bahwa media online  Pojok Kiri berada diwilayah Jawa Timur. 


Sementara itu, Termohon juga mengatakan sudah dilakukan klarifikasi bahwa Media Pojok Kiri terbit dan beredar diwilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah, sementara diwilayah NTB ketika adanya permintaan dari sumber, untuk di wilayah Kabupaten Dompu tidak ada.


Majelis pun, kembali menayakan kepada pemohon, apakah dokumen (berkas) dari Lapas Mataram diminta untuk perbaikan telah dilakukan perbaikan oleh pemohon.

Dijawab oleh Pemohon bahwa berkas tambahan untuk diperbaiki terkait berkas pertama surat dari Lapas Mataram yang ditandatangani oleh Kepala Seksi Lapas, sudah diperbaiki dan ditandatangani oleh Kepala Lapas Mataram.


Sementara jawaban dari Termohon yakni berkas pertama berupa surat dari Lapas Mataram tanpa nomor surat dengan ditandatangani oleh Kasi Lapas Moh. Saleh SH dan KPU meminta kepada tim LO untuk menyampaikan kepada Bapaslon untuk memperbaiki surat keterangan bebas dari Lapas Mataram.


Pukul 15.35 wita sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi fakta dari Parpol pendukung oleh Majelis. 


Dalam kesaksiannya, saksi fakta dari Golkar, Demokrat, Berkarya  yang intinya mengatakan bahwa, Parpol  tidak pernah menerima undangan dari KPU Dompu untuk menghadiri sosialisasi tentang  pendaftaran Bupati dan Wakil  Bupati khusus mengenai bakal  calon yang berasal dari eks Napi atau mantan narapidana. 


Dalam kesaksian tersebut Majelis (Bawaslu) juga menanyakan mengenai kronologis pemberkasan syarat pendaftaran untuk Bapaslon serta hasil konsultasi dan kordinasi antara Parpol pendukung dengan pihak KPU selama masa pendaftaran sampai dengan pleno penetapan Paslon oleh KPU. Saksi Golkar hanya menerima roodshow dari KPU di kantornya. Dan hanya diserahkan 3 bundel peraturan terkait dengan tahapan pelaksanaan Pilkada. 


Iksan Macora (saksi dari Demokrat) dan Ilham (Berkarya )  juga mengakui hal yang sama. Mereka mengaku tidak pernah diundang KPU Dompu untuk sosialisasi terkait dgn tahapan pilkada dan pemutakhiran data pemilih (tidak pernah diundang).


Memasuki pukul 16.56 wita, Ketua Majelis memutuskan untuk mengskor sidang selama beberapa menit dan akan dilanjutkan dengan agenda mendengarkan keterangan ahli yakni Dr. Dian Simatupang ahli hukum Administrasi Univesitas Indonesia, Prof. Dr. Gatot Dwi Hendro ahli hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Malang dan Dr. Tonga ahli hukum Pidana Universitas Mataram, yang dihadirkan oleh tim kuasa hukum SUKA. 


Kemudian, memasuki Pukul 19.54 wita, akhirnya sidang ajudikasi kembali dilanjutkan dengan agenda mendengarkan keterangan para ahli. 


Prof Dr. Gatot Dwi Hendro SH, MHum (pakar hukum tata negara Universitas negeri Mataram) mengatakan bahwa, beberapa catatan terkait dengan rumusan norma yang dijadikan dasar oleh KPU. 


Pertama, KPU tidak seharusnya membuat norma baru atau membuat penafsiran hukum untuk melakukan pembatasan terhadap hak asasi seseorang untuk memilih dan dipilih. Kedua, kewenangan membuat aturan larangan mantan narapidana koruptor ikut pilkada 2020 ada ditangan DPR, bukan KPU. 


Pembatasan hak warga negara menjadi kewenangan pembentuk undang undang. Sedangkan tugas KPU wajib menjaga administrasi penyelenggara Pemilu/Pilkada saja, bukan membuat politik penyelenggaraan Pemilu, karena itu wilayahnya DPR. Intinya, KPU tidak boleh memangkas  hak politik seseorang yang dijamin dengan udang undang. Rakyat sendiri yang memutuskan apakah seorang mantan narapidana pantas untuk tampil memimpin daerah tersebut.


Kesimpulannya, bahwa baik norma pembebasan bersyarat maupun bebas akhir dalam penentuan selesainya menjalani pidana penjara, sama-sama memiliki dasar hukum dan argumentasi yang cukup kuat, bahkan dapat dikatakan bahwa kedua norma hukum tersebut bukan merupakan sebuah pilihan alternatif namun bersifat akumulatif artinya kedua norma tersebut bersifat komplementer saling mendukung dan tidak saling menegasikan satu sama lain.


Bawaslu Dompu perlu mempertimbangkan solusi jalan tengah sebagaimana yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi diatas artinya tidak lagi mempersoalkan pembebasan bersyarat atau bebas akhir hal itu memperoleh kebenaran secara teoritik. Dalam melaksanakan kepastian hukum masih ada nilai dasar hukum lain yang harus dipertimbangkan yakni nilai dasar kemanfaatan dan nilai keadilan didalamnya.


Bahwa hukum dalam arti sempit juga termasuk peraturan sesungguhnya adalah instrumen atau alat saja bukan tujuan. Tujuan yang sesungguhnya adalah menciptakan keadilan, keharmonisan, keseimbangan, dan kedamaian dalam masyarakat. Dalam kasus-kasus tertentu, hukum juga berfungsi sebagai hukum alat rekayasa sosial.


Disela waktu, Dr. Dian Simatupang SH,MH (Ahli administrasi negara Universitas Indonesia Jakarta) melalui vidcon (Virtual) mengatakan, bahwa menghitung masa pidana, setelah status menjalani pidana selesai atau bebas kemerdekaannya (sudah tidak lagi didalam penjara). 


Narapidana adalah seseorang yang sedang menjalani hukuman didalam penjara. Sedangkan mantan narapidana adalah seseorang yang telah menjalani hukuman didalam penjara.


Sementara itu, Dr. Tongat SH M.Hum (pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Malang) mengatakan bahwa ada 4 porsi dengan peraturan dan hukum yang berbeda. Jika seseorang dikatakan tersangka berlanjut menjadi terdakwa dan naik menjadi terpidana maka istilah tersebut ada tahapan yang berbeda beda. 


Dan penjelasan terpidana adalah orang yang dijatuhi pidana hukuman atau keputusan pengadilan yang mempunyai perbuatan hukum dan sudah tidak punya upaya atau kekuatan hukum. 


Konstruksi pengertian devinisi kemudian statusnya akan berubah menjadi narapidana ketika  masuk atau didaftarkan untuk menjalani pembinaan di Lembaga Permasyarakatan (Lapas). 


Oleh karena itu, dikatakan prosesnya narapidana adalah terpidana yang sedang menjalani pidana yang hilang kemerdekaannya di Lapas karena, tidak semua terpidana itu bisa diubah statusnya menjadi narapidana.


Usai ini pun, tepatnya pada pukul 23.39 wita, akhirnya sidang ajudikasi sengketa Pilkada berakhir dan sidangnya akan kembali dilanjutkan pada Senin (5/10/2020) dengan agenda penyampaian kesimpulan pihak pemohon dan termohon. (Rul)