Gambar ilustrasi tanaman jagung (foto/ist) |
Namun ternyata, harapan para petani terse but ibarat kandas alias tidak mampu direlisasikan oleh para pihak termasuk para Pengusaha jagung (pemilik pabrik jagung) di Kecamatan Manggelewa. Artinya, harga jual jagung sampai saat ini masih tetap pada posisi harga RP 3.150 perkilo.
Lantas bagaimana tanggapan Pemkab Dompu?
Kepala Bagian Ekonomi Setda Dompu Sukarno ST, M.Si, mengatakan, Kabupaten Dompu adalah bagian dari NKRI yang artinya bekerja sesuai batas kewenangan. Jika melampui hal itu, sama saja melakukan pelanggaran atas undang-undang."Masalah atau pengaturan harga jagung, itu diluar dari kewenangan Pemda," kata Sukarno, Kamis (7/5/2020).
Sukarno menegaskan, bagaimanapun caranya Pemda tidak memiliki kemampuan finansial untuk membeli jagung milik petani yang cukup banyak. Apalagi saat ini, dengan kondisi keuangan yang sudah dipangkas oleh Pusat untuk penanganan Covid 19.
Disisi lain hasil jagung, Pemkab Dompu tidak memperoleh pendapatan daerah sehingga tidak bisa memaksakan kompensasi atau tanggung jawab yang sifatnya memaksa atas kondisi penurunan harga tersebut.
"Saat ini keadaan force majeure secara global, darurat bencana. Maka kondisi bisnis pun dalam keadaan darurat tidak bisa memaksakan kondisi normal disituasi darurat seperti saat ini masa darurat pandemin Covid -19," ungkapnya.
Sekretaris Bappeda dan Litbang Dompu Muhammad Syahroni SP, M.Si, mengatakan, komoditas pertanian termasuk jagung pada umumnya harga ditentukan oleh penawaran dan permintaan pasar. Artinya, harga pada prinsipnya bukan secara utuh ditentukan oleh penyalur ataupun penjual.
"Kondisi terakhir menunjukan bahwa akibat pandemi covid 19 aktivitas pabrik pakan (bahan baku jagung) menunjukan penurunan aktivitas," beber Syahroni.
Menurut Syahroni, kondisi ini tentu berdampak pada permintaan akan komoditas jagung. Kenapa berdampak pada komoditas jagung, karena hampir 80 persen jagung yang keluar dari Dompu di serap oleh industri pakan di Surabaya Jawa Timur dan sekitarnya dan sebagai dampak permintaan pasar yang melemah tentu berdampak pada penurunan harga komoditas jagung.
"Kondisi tersebut tidak saja berlaku di Dompu akan tetapi juga berlaku pada hampir semua daerah sentra produksi jagung," katanya.
Ditambahkan Syahroni, jika bicara intervensi pemerintah, tentunya Pemda Dompu tidak bisa berbuat apa-apa. Jika bicara yang paling kongkrit adalah mensubsidi harga.
Jika pertanaman jagung di Dompu masih menyisakan 50.000 hektar, dengan asumsi provitas 7 ton/hektar maka, akan dihasilkan jagung sebanyak 350.000 kg. Jika harga di subsidi Rp.100/kg, maka di butuhkan alokasi anggaran sebesar Rp. 35 miliar.
"Yang jelas Pemkab Dompu untuk saat ini tidak mampu untuk melakukan atau memberikan subsidi tersebut. Yang bisa dilakukan oleh sementara untuk saat ini adalah semua stakeholder harus sama-sama berjiwa besar. Pengusaha harus bisa menekan margin keuntungannya dan petani tentu tidak boleh juga ingin mendapatkan harga yang sama seperri Tahun 2019. Dimanasaat itu situasi dalam kondisi normal (tidak pendemi Covid)," paparnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Dompu Ilham SP, mengatakan, luas areal tanaman jagung pada MT tahun 2020 mencapai 120 ribu hektar. Yang sudah di panen sekitar 85 persen (petani sudah menikmati hasilnya). Sedangkan yang belum di panen sekitar 50 ribu hektar.
"HPP jagung sesuai regulasi adalah Rp.3.150/Kg kadar air 15 persen. Tiga perusahaan besar/gudang jagung di Dompu membeli jagung kepada petani mengacu pada harga HPP yakni Rp.3.150/Kg kadar air 15 persen," jelas Ilham SP.
Ilham menegaskan, untuk menaikkan harga pihak pengusaha menyatakan tidak mampu. Hal ini karena pihak pabrik pakan di Surabaya yang selama ini mendapat pasokan bahan baku dari Kabupaten Dompu. "Mereka saat ini sedang mengurangi produksinya akibat dampak dari darurat pandemi Covid 19," tandasnya. (Rul)