Sidang ajudikasi sengeketa Pilkada Dompu Tahun 2020 di kantor Bawaslu Dompu. |
Dompu, Topikbidom.com - Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Dompu, Senin (5/10/2020) di ruangan sidang kantor Bawaslu Dompu, kembali menggelar sidang ajudikasi sengketa Pilkada antara Baspalon H. Syaifurrahman Salaman SE - Ika Rizky Veryani (SUKA) dengan KPU Dompu. Kali ini, sidang pun berlangsung dengan agenda pembacaan kesimpulan oleh Pemohon (SUKA) dan Termohon (KPU Dompu).
Sidang dipimpin Ketua Majelis (Ketua Bawaslu) Drs. Irwan bersama anggota Majelis Swastari HAZ selaku Divisi Hukum dan Penindakan Sengketa Bawaslu Dompu dan Dr. Hj. Yuyun Nurul Azmi S.pt MP selaku Divisi penyelesaian sengketa Bawaslu NTB ini dihadiri para pihak diantaranya, tim kuasa hukum Pemohon antaralain Kisman SH, Rusdiansyah SH MH, Suharto Baco SH, Amirullah SH, Syamsuddin SH dan Jaidun SH.
Sementara dari pihak Termohon yakni, Ketua KPU Dompu Drs. Arifuddin AK, Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Dompu Ansori SE dan Devisi Hukum dan Pengawasan Agus Setyawan SH.
Pada sidang kali ini, Ketua Majelis menanyakan kepada Pemohon dan Termohon apakah kesimpulan masing-masing pihak untuk dibacakan secara keseluruhan atau hanya sebagian. Selanjutnya, pun disepakati bahwa kesimpulan tertulis masing-masing pihak dibacakan sebagian.
Namun sebelumnya, Ketua Majelis juga memberikan kesempatan kepada Pemohon dan Termohon untuk mengajukan alat bukti tambahan. Akhirnya, pun terlihat Termohon mengajukan alat bukti tambahan.
Tim kuasa hukum SUKA (pemohon) Kisman SH, melalui pembacaan kesimpulannya mengatakan bahwa KPU Dompu dalam mengambil keputusan penetapan paslon pada 23 September 2020, yang menyatakan bapaslon H Syaifurrahman Salman - Ika Rizky Veryani (paket SUKA) bertentangan dengan aturan dan perundang-undangan.
Karena, yang berhak untuk membatasi hak kemerdekaan seseorag adalah UU atau putusan pengadilan dan bukan Lembaga KPU selaku penyelenggara tekhnis. "Pembebasan bersyarat dikategorikan sebagai mantan terpidana," ungkapnya.
Inti kesimpulan lanjut Pemohon, yakni meminta kepada Majelis Musyawarah agar membatalkan keputusan KPU Dompu yang menyatakan bapaslon SUKA Tidak Memenuhi Syarat (TMS), menjadi MS (Memenuhi Syarat) dan berhak untuk mengikuti Pilkada Dompu 2020.
"Alasan, karena KPU Dompu telah menafsirkan sendiri yang tidak menjadi wewenangnya yakni terkait atau istilah mantan terpidana," jelasnya.
Sementara Ketua KPU Dompu (termohon) Drs. Arifuddin, melalui pembacaan kesimpulan tertulis mengatakan, KPU tetap pada keputusan awal yakni bapaslon (SUKA) dinyatakan TMS.
Karena, berdasarkan aturan bahwa mantan terpidana adalah orang yang sudah selesai menjalankan masa hukuman dan tidak lagi berhubungan dengan lembaga atau Kementrian terkait.
Lanjutnya, mengenai tuduhan bahwa KPU tidak pernah melakukan sosialisasi terhadap tim LO bapaslon atau kepada koalisi Parpol pengusung adalah tidak benar, sebab KPU juga pernah melakukan road show sosialisasi kepada Partai (termasuk Parpol pengusung bapaslon SUKA).
"Pada intinya bahwa KPU membantah seluruh keterangan saksi fakta yang menyatakan bahwa KPU tidak pernah melakukan sosialisasi, $eluruh keterangan saksi fakta tidak ada korelasinya dengan status bapaslon (Balon Bupati H Syaifurrahman Salman) sebagai mantan narapidana," jelas Drs. Arifuddin.
Kesimpulan Pemohon sambung Drs. Arifuddin, pada intinya bahwa KPU menolak seluruh permohonan Pemohon dan tetap pada keputusan awal bahwa bapaslon H. Syaifurrahman Salman - Ika Rizky Veryani, tetap Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sebagai pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Dompu pada Pilkada 2020.
Seluruh keterangan saksi fakta dan saksi Ahli tidak ada korelasinya dengan definisi status mantan terpidana, Peraturan KPU dibuat berdasarkan undang undang. Jika Pemohon tidak sepakat dengan aturan yang dibuat KPU, maka hal itu bisa diajukan ke MA RI dan bukan ke KPU Dompu.
"KPU Dompu telah melaksanakan tugas dan kewenangannya sesuai aturan dan perundang-undangan yang berlaku. Masa jeda waktu 5 tahun dihitung sejak status hukumnya selesai dijalani dan tidak ada lagi kaitan dengan pihak lembaga atau Kementrian terkait (dihitung sejak bebas murni)," terangnya.
Sambung Drs. Arifuddin, dijelaskan oleh Termohon bahwa H. Syaifurrahman Salman (bakal calon Bupati) diputus oleh Pengadilan Tipikor Mataram pada 13 Mei 2011 yakni selama 5 tahun hukuman penjara dengan denda Rp.200 juta, Selanjutnya pada 27 Oktober 2014, yang bersangkutan mendapat bebas bersyarat.
Selama dalam masa pidana (penjara) H. Syaifurrahman Salman mendapat remisi selama 7 bulan, sisa hukuman tidak dijalani didalam Lapas. Selanjutnya, pada 29 Maret 2016, H. Syaifurrahman Salman selesai menjalani hukuman (mantan terpidana).
"Jika dihitung dari Maret 2016 hingga pada saat pendaftaran 6 September 2020, H Syaifurrahman Salman, belum memenuhi jeda waktu 5 tahun," terangnya.
Usai pembacaan kesimpulan Pemohon dan Termohon, Ketua Majelis pun menyampaikan bahwa sidang selanjutnya akan dilaksanakan pada 10 Oktober 2020, dengan agenda pembacaan putusan. (Rul)