Ketua Umum MIO Indonesia, Ays Prayogie (ist/topikbidom.com)
Jakarta, Topikbidom.com - Ketua umum Media Independen Online (MIO) Indonesia, mempertanyakan beberapa hal penting mengenai profesi wartawan dan perusahaan media kepada Dewan Pers Jakarta. Hal ini, disampaikan Ketua umum MIO Indonesia, Ays Prayogie, saat melakukan audiensi dengan Dewan Pers, secara virtual, Senin (160/8/2021).
Ays Prayogie menyebut, ada beberapa hal menjadi masukan para pengelola perusahaan media di daerah. Kendati perusahaan media online telah memiliki legal standing, namun tetap tidak dapat bekerjasama dengan pihak Pemda atau institusi lain, karena dianggap belum terdaftar di Dewan Pers. "Apakah memang benar ada imbauan dari Dewan Pers kepada pihak Pemda atau kepada institusi lainnya seperti itu," ujarnya.
Selain itu, Ays Prayogie juga meminta penjelasan dari Dewan Pers, terkait status profesi jurnalis yang belum miliki sertifikasi Ujian Kompetensi Wartawan (UKW). "apakah orang tersebut bisa disebut sebagai wartawan atau bukan," ungkapnya.
Termasuk lanjut Ays Prayogie, kendala yang masih masif terjadi dan dihadapi oleh wartawan atas sikap pejabat atau pihak pihak lainnya yang menganggap jika wartawan yg belum miliki sertifikasi UKW wajib tidak dilayani. "Bagaimana tanggapan Dewan Pers terkait soal itu," terangnya.
Ia juga, meminta agar Dewan Pers dapat menerbitkan kebijakan terkait sertifikasi UKW tingkat Utama yang diberikan kepada Pemimpin Redaksi atau kepada Penanggung Jawab perusahaan media berbasis online yang telah miliki legal standing. "Termasuk dinilai telah menjalankan karya jurnalistiknya sesuai Undang Undang Pers No 40 Tahun 1999 serta kode etik jurnalistik," pinta Ays Prayogie.
Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Pers Dewan Pers, Ahmad Djauhar (ist/topikbidom.com) |
Sementara itu, Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Pers Dewan Pers, Ahmad Djauhar menjelaskan, segala aturan yang ada di Dewan Pers sepenuhnya bukan dibuat oleh Anggota Dewan Pers yang hanya memiliki anggota 9 orang. "Melainkan adanya masukan - masukan dari para perusahaan media, terutama yang menjadi konstituen Dewan Pers," ujarnya.
Djauhar menyebut, setiap Perusahaan media harus memiliki dasar hukum yang kuat, diantaranya di Akta harus menyebut perusahaan media yang bersangkutan dan Perusahaan pers serta perusahaan media harus bekerja profesional. "Misalnya wartawannya harus digaji, jangan mengandalkan wartawannya yang mencari uang sendiri, sehingga berujung pada kasus pemerasan, intimidasi dan sebagainya," ungkapnya.
Pada kesempatan ini pun, Djauhar juga menyinggung wartawan hanya mengandalkan berita rilis, tanpa ada karya jurnalis yang nyata, atau hasil liputan. "Kalau hanya mengandalkan rilis, maka wartawan tersebut tidak ada bedanya dengan tukang ketik," katanya.
Djauhar juga menjelaskan, Dewan Pers tidak pernah membuat aturan, selain media terverifikasi dewan pers jangan dilayani. Tetapi bersumber dari fenomena yang terjadi banyak wartawan tidak jelas atau abal-abal yang suka mengancam dan mengintimidasi. "Inilah alasan sehingga Dewan Pers menegaskan jika wartawan itu tidak jelas jangan dilayani," tandasnya.
Sebelumnya, pada audiensi secara virtual yang dihelat sekitar 2 jam ini, juga dihadiri Anggota Dewan Pers Asep Setiawan, Winarto, Dewan Pengawas MIO Indonesia, Abdul Sukur, ST beberapa Dewan Pembina MIO Indonesia, Ketua DPW MIO DKI Jakarta, Ketua DPW MIO NTB, Ketua DPW MIO Jawa Timur, Ketua DPW MIO Sultra. Kegiatan berjalan dengan lancar dan tertib.
Pada kesempatan ini pun, Sekjen MIO Indonesia, Frans X Watu, melalui laporannya menyampaikan MIO Indonesia telah membentuk 16 DPW (8 SK dan 8 mandat), 57 DPD (22 SK dan 35 mandat). Selain itu, Frans X Watu juga menjelaskan member MIO Indonesia, saat ini sebanyak 320 Perusahaan Media dan target 2021 member MIO sejumlah 600 Perusahaan media. RUL