Yayasan CARE Peduli (YCP), saat melakukan aktivitas kegiatan sosialnya
Jakarta, Topikbidom.com - Pandemi Covid-19 berdampak terhadap penurunan kualitas hidup, khususnya kelompok rentan yakni perempuan, anak-anak, lansia dan penyandang disabilitas. Hal ini, terungkap dari kajian Yayasan CARE Peduli (YCP). Perempuan menjadi kelompok kaum rentan yang paling mengalami dampak negatif pandemi COVID-19.
Secara umum, perempuan bernasib lebih buruk daripada laki-laki karena beban tanggung jawab yang meningkat dan berlipat ketika ada pembatasan mobilitas dan kebijakan tinggal di rumah (stay at home) diberlakukan.
Bonaria Siahaan, CEO Yayasan CARE Peduli menyatakan, hasil survei menunjukkan bahwa mayoritas beban school from home atau sekolah daring jatuh pada perempuan. Temuan Yayasan CARE Peduli, tanggung jawab tambahan dalam mengawasi studi anak-anak di rumah sangat berat bagi perempuan pedesaan atau daerah perkotaan yang miskin, dikarenakan tingkat pendidikan rendah. Kondisi ini pun menimbulkan berbagai masalah baru di dalam keluarga, termasuk tindak kekerasan pada perempuan.
"Beban berlipat juga dialami perempuan hamil karena keterbatasan akses pada layanan kesehatan serta berkurangnya kapasitas rawat inap rumah sakit. Secara mental dan emosional, perempuan hamil dari kelompok rentan dan marjinal seringkali dipenuhi kekhawatiran akan keselamatan janin dan dirinya," jelas Bonaria.
Sementara itu, Alissa Wahid, Direktur Nasional Gusdurian Network Indonesia (GNI), menyampaikan bahwa kesigapan, kecekatan, dan gotong royong memegang peran kunci dalam memperkuat efektivitas dukungan bagi masyarakat rentan di Indonesia. "Kelompok perempuan rentan di bawah garis kemiskinan patut diberikan perhatian dan bantuan nyata," ujar Alissa Wahid.
Dampak buruk lain menimpa anak-anak. Kementerian Sosial mencatat lebih dari 11.000 anak menjadi yatim piatu dari awal pandemi hingga 20 Juli 2021. Bagi penyandang disabilitas, keterbatasan informasi tentang COVID-19 menjadi masalah utama.
YCP menyatakan bahwa sebagian besar lansia dan penyandang disabilitas tidak dapat mengakses dan mencerna informasi tentang COVID-19. Contoh, hampir tidak ada materi informasi Covid dalam huruf Braille. Padahal, orang buta memiliki risiko tinggi karena berinteraksi dengan orang lain untuk menavigasi jalan ketika berada di tempat umum.
Nelwan Harahap, Asisten Deputi Kedaruratan dan Manajemen Pasca Bencana, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menilai, kunci utama penanganan bencana dan operasi tanggap darurat adalah kajian data yang lengkap dan akurat terkait kelompok rentan terdampak yakni perempuan, anak-anak, lansia dan penyandang disabilitas.
Senada, Pangarso Suryotomo, Plt. Direktur Kesiapsiagaan Kedeputian Pencegahan BNPB menyatakan aksi nyata bagi kelompok rentan yang ditunjang dengan keterlibatan dan keahlian dalam mitigasi risiko bencana, akan memperkuat efektivitas dalam mengatasi pandemi berkepanjangan.
Pangarso menekankan, selain kesehatan, kelompok rentan juga mengalami dampak ekonomi. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Global Humanitarian Overview 2021 mencatat pandemi Covid-19 memicu resesi global terburuk sejak 1930-an. Bank Dunia memperkirakan 60 juta orang jatuh dalam kemiskinan sejak pandemi.
Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS), pandemi Covid-19 menyebabkan jumlah orang miskin pada Maret 2021 sebanyak 10,14 persen atau setara 27,54 juta orang. Jumlah orang miskin meningkat 1,12 juta orang jika dibandingkan Maret 2020 sebanyak 15,26 juta orang. Persentase penduduk miskin di perdesaan lebih besar dibanding di perkotaan, yaitu 15,37 juta dibanding 12,18 juta jiwa. (*)