Dompu, Topikbidom.com - Kerusakan hutan tutupan Negara di wilayah Kabupaten Dompu, itu disebabkan oleh berubahnya hutan menjadi lahan pertanian untuk ditanami jagung. Aktivitas tanam jagung, pun sampai saat ini masih saja terjadi.
"Jagung tumbuh subur di hutan tutupan Negara. Inilah penyebab kenapa hutan di Bumi Nggahi Rawi Pahu rusak parah," ungkap Ketua Gerakan Peduli Lingkungan (Gerilya) Dompu, Farid Fadli alias Chapunk, Selasa (7/12/2021).
Kata Chapunk, semenjak jagung masuk dalam program utama pemerintah daerah, aktivitas para petani untuk menanam jagung semakin meningkat dan terus dilakukan setiap memasuki musim tanam.
"Mereka (petani,red) yang menguasai lahan tutupan Negara untuk ditanami jagung terkesan tidak memikirkan dampak kerusakan yang menyebabkan timbulnya bencana banjir ketika memasuki musim hujan," bebernya.
Tidak hanya itu, naiknya harga jual jagung, juga menjadi sumber semangat bagi para petani untuk terus meningkatkan aktivitasnya menanam jagung di lahan tutupan Negara. "Apalagi di Dompu ini banyak gudang jagung yang keberadaannya selalu siap membeli berapa pun produksi jagung yang dihasilkan oleh petani," jelasnya.
Lanjut pemuda yang di mandatkan oleh presiden sebagai DPM DPA Kementan RI ini, Chapunk, pembangunan jalan ekonomi di lokasi hutan tutupan Negara, seakan menjadi pintu masuk untuk para petani meningkatkan aktivitasnya menanam jagung. "Adanya pembuatan jalan ekonomi di hutan tutupan Negara sama halnya mendukung petani untuk terus menguasai lahan," terangnya.
Chapunk menyebut, bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Dompu, itu disebabkan rusaknya hutan tutupan Negara yang berubah menjadi lahan pertanian ditanami jagung. Kondisi ini, karena di lokasi hutan sudah tidak pohon yang mampu menyerap air hujan akibat pohon pohon dibabat dan dibakar serta disemprot mati dengan menggunakan obat kimia ( pestisida, red )
"Hutan rusak adalah penyebab utama terjadinya banjir. Sehingga saat musim hujan, air hujan mengalir deras dari atas puncak gunung (daratan tinggi) kemudian mengalir di lokasi saluran khususnya sungai dan membentuk sungai baru hingga meluap keluar dan menggenangi pemukiman warga sarana publik," katanya.
Disisi lain, menindaklanjuti kerusakan hutan, pemerintah terus menggelontorkan anggaran untuk melakukan penghijauan dengan cara menanam bibit pohon demi mengembalikan fungsi dan kelestarian hutan yang terlanjur dikuasai oleh masyarakat (petani).
"Tapi saat musim tanam telah tiba. Bibit pohon yang telah ditanam, malah di duga kuat disemprot mati demi kepentingan menanam jagung. Lalu bagaimana program penghijauan bisa efektif dan maksimal kalau kondisinya seperti itu," heran Chapunk.
Menurut Chapunk, hasil yang dicapai dari hasil menanam jagung, tidak sebanding dengan kerugian yang dialami Negara akibat rusaknya hutan. Baik itu, kerugian anggaran yang digelontorkan untuk penanganan hutan rusak, juga anggaran untuk penanganan dampak bencana banjir. "Ini yang mesti disadari. Berapa banyak lagi Negara harus mengeluarkan anggaran untuk menangani masalah masalah seperti itu," katanya.
Masih menurut Chapunk, solusi untuk menangani kerusakan hutan, Negara harus hadir dan bergerak dengan tegas terutama menyelematkan serta mengambil alih lahan yang telah dikuasai oleh masyarakat (petani). Bahkan, jangan ada lagi pembangunan jalan ekonomi di lokasi hutan tutupan Negara.
Jikalau kegiatan penghijauan dan atau reboisasi dilakukan, sebaiknya memilih bibit pohon produktif sehingga masyarakat bisa mengambil buah berkah, bukan pohon bencana. "Intinya, batasi aktivitas penanaman jagung di lahan tutupan Negara. Ini adalah cara tepat untuk mengembalikan fungsi dan kelestarian hutan yang sudah terlanjur rusak," paparnya.
Tambah Chapunk, pemerintah boleh boleh saja mencanangkan dan mengembangkan program penanaman jagung. Tapi, bukan berarti malah memberikan dukungan kepada masyarakat (petani) untuk menanam jagung di lokasi hutan tutupan Negara melalui program kemitraan yang prematur. "Ini yang perlu dipertegas dan Negara harus ambil tindakan tegas," tandasnya. RUL