Ilustrasi |
Dompu, Topikbidom.com - Nama baik dunia kesehatan di wilayah Kabupaten Dompu, kembali menuai sorotan. Salah satunya, mengenai pelayanan di Puskemas Ranggo, Kecamatan Pajo, Kabupaten Dompu. Fasilitas pelayanan kesehatan ini, diduga mengalami kekosongan obat, padahal obat menjadi bagian terpenting dalam rangka memberikan kesembuhan terhadap pasien.
Kondisi ini, diungkap orang tua pasien, Irham Durto SH, warga Desa Ranggo, Kecamatan Pajo, Kabupaten Dompu. Pada media ini, Ia menceritakan saat itu dirinya sedang mengantarkan anaknya yang umur 6 tahun untuk di rawat Inap di Puskesmas Ranggo. “Pada saat saya saya antarkan anak di UGD dan dilakukan tindakan medis, ternyata pihak puskesmas itu mengatakan beberapa obat tidak tersedia di Puskesmas Ranggo (stok obat kosong, red),” ungkapnya, Senin (13/11/2023).
Karena obat itu tidak ada, dirinya pun harus bergegas menuju wilayah Kecamatan Dompu, tepatnya di lokasi Apotik. “Karena tidak ada obat, saya pun membeli obat di apotik yang lokasinya jauh dengan Puskesmas Ranggo,” beber Irham yang juga Ketua Lembaga Studi Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia (Lesham) NTB.
Diakui Irham, mengenai kekosongan obat juga dikeluhkan masyarakat lainnya. Termasuk, mengenai minimnya fasilitas dan pelayanan Puskesmas Ranggo. “Kejadian ini, tidak terjadi satu kali saja. Akan tetapi, juga berkali – kali,” ungkapnya lagi.
Kondisi ini, menimbulkan perhatian khusus dan rasa kecewa yang diungkap masyarakat, khususnya Lesham NTB. Menurutnya, ini bukan persoalan uang atau pembayaran obat. Akan tetapi, kekosongan obat tentunya dianggap masalah yang fatal, mengingat setiap orang (pasien) yang masuk UGD tentunya dalam kondisi gawat darurat. “Mestinya UGD memiliki persiapan memadai, jika tidak maka nyawa pasien dipertaruhkan,” katanya.
Tidak hanya itu, pada kesempatan ini Irham, juga mengungkap pihak Puskesmas Ranggo tidak pernah memberikan obat injeksi yang disuntik melalui selang infus layaknya tindakan UGD RSUD Dompu. “Anehnya, hanya diinfus dan diberikan obat – obat oral seperti tablet yang dibagi dua (kemungkinan dosis tinggi, red) serta puyer. Kami ada buktinya,” bebernya lagi.
Kondisi ini, pun menimbulkan pertanyaaan, apakah daerah tidak memiliki anggaran untuk pengadaan obat di masing-masing Puskesmas. Lesham mengungkap, berdasarkan data anggaran Tahun 2023, Dinas Kesehatan (Dikes) Dompu, telah menggelontorkan anggaran yang sangat besar khususnya untuk pengadaan obat dan peralatan medis serta bahan habis pakai medis yakni sebesar Rp. 5 Miliar lebih. “Kalau terjadi kekosongan obat, lantas kemana anggaran sebesar itu,” herannya.
Lanjut Irham, tidak cukup pada kekosongan stok obat, namun stok dokter pun mengalami kekosongan. Sebab, setahu pihaknya mengantar pasien di UGD Puskesmas itu, tidak pernah melihat adanya dokter yang stand by, melainkan hanya perawat saja yang siaga. Dan biasanya perawat itu berkonsultasi dengan dokter melalui on call. Ini sangatlah tidak baik karena setau pihaknya yang awam dalam ilmu medis, efektifitas diagnosa itu adalah jika dilakukan head to head antara pasien dengan dokter. Dengan cara itu, dokter bisa melihat langsung kondisi dan keadaan pasien untuk kemudian dilakukan tindakan yang terukur sesuai dengan kebutuhan.
“Bukan mendengar cerita dari perawat yang tidak memiliki ilmu kedokteran. Karena dengan cara semacam ini beresiko terjadinya mal praktek dan ujung-ujungnya pasien yang dikorbankan,” terangnya.
Lesham NTB Surati Bupati Dompu?
Kekosongan obat ini, pun tidak hanya menjadi perhatian serius Lesham NTB, tapi juga Lesham setempat mengambil langkah menyurati Bupati Dompu secara terbuka. Melalui surat ini, Lesham meminta Bupati Dompu agat segera mengevaluasi kinerja Dikes, Puskesmas Ranggo. “Bupati juga harus mempertanyakan penggunaan anggaran pengadaan obat dan evaluasi kinerja dokter puskesmas,” tegasnya.
Sementara itu, sampai berita ini diunggah pihak Puskesmas Ranggo dan lainnya, belum berhasil dimintai tanggapannya. Meski demikian, media ini akan berusaha mendapatkan tanggapan pihak-pihak terkait, guna perimbangan pemberitaan. RUL