Ilustrasi kayu Sonokeling dalam bentuk balok |
Topikbidom.com – Penebangan,
pengangkutan dan jual beli kayu Sonokeling di wilayah Dompu dan Bima, semakin
menjamur. Para pengusaha (Pemodal) dari luar wilayah Dompu dan Bima, terus
berdatangan dan bekerjasama putra daerah Dompu dan Bima, untuk melancarkan
praktek pembelian kayu Sonokeling yang bersumber dari kawasan (Hutan).
Hal ini, diungkap Ardiansyah,
seorang pemuda yang mengaku prihatin terhadap kondisi Hutan dan praktek Illegal
Logging Sonokeling di wilayah Dompu dan Bima. Pada media ini, Ia mengatakan
sampai saat ini, penebangan dan pengangkutan kayu Sonokeling yang bersumber
dari dalam kawasan, semakin merajalela. Ditambah lagi, para pemodal (pengusaha)
dari luar daerah Dompu dan Bima, terus berdatangan untuk membeli kayu yang
memiliki nilai jual mencapai puluhan juta rupiah perkubiknya.
“Praktek Illegal Logging
Sonokeling di wilayah Dompu dan Bima, sangat menjamur sampai saat ini. Bahkan,
menjanjikan keuntungan yang sangat luar biasa,” ungkapnya, Jumat malam (15/3/2024).
Ia menyebut, berdasarkan
hasil investigasi pihaknya berhasil mengungkap fakta bahwa aksi penembangan kayu
Sonokeling, itu bersumber dari dalam kawasan Bima dan Dompu yang dilakukan oleh
oknum – oknum masyarakat. Kemudian, kayu kayu yang ditebang itu diturunkan dan
diangkut menggunakan dengan menggunakan kendaraan roda 2 (motor) yang sudah
dimodifikasi, sehingga masing-masing motor mengangkut 2 batang kayu Sonokeling
yang sudah dirubah bentuknya menjadi kayu balok.
“Di dalam kawasan (hutan)
banyak oknum – oknum masyarakat yang melakukan penembangan pohon sonokeling dan
mengangkutnya dengan menggunakan motor, kemudian dikumpulkan di lokasi penampungan.
Tidak heran, jika ratusan motor pengangkut kayu balok sonokeling berkeliaran dalam
kawasan,” bebernya.
Kemudian lanjut Ardiasnyah,
kayu Sonokeling dalam bentuk balok dibeli dengan harga murah oleh pengepul yang
bekerjasama dengan pengusaha (pemodal) yang berasal dari luar wilayah Dompu dan
Bima. “Para pengepul membeli kayu di tingkat masyarakat itu dengan harga
kisaran Rp2,5 juta sampai Rp3 Juta per kubik. Kemudian, pengepul menjual kayu –
kayu yang dibeli dari masyarakat kepada pengusaha (pemodal) dengan harga Rp7,5
juta perkubiknya. Kemudian, para pemodal menjual kayu-kayu itu dengan harga mencapai
Puluhan Juta Rupiah per kubik. Bisnis sangat luar biasa, termasuk keuntungannya
pun sangat besar,” jelasnya.
Lantas, bagaimana
cara pengangkutan kayu Sonokeling hasil Illegal Logging itu?
Sepengetahuan
Ardiansyah, kayu-kayu Sonokeling itu diangkut dengan menggunakan truk dengan biaya
sewa dari lokasi penampungan awal ke lokasi penampungan akhir (lokasi Gudang,
termasuk Gudang bayangan) Rp2 juta sampai Rp2,5 juta per-truk. Artinya, satu
truk mengangkut beberapa kubik kayu Sonokeling yang sudah dalam bentuk balok. “Itulah
kondisi yang terjadi sampai saat ini,” terangnya.
Lantas, bagaimana
truk bisa mengangkut kayu Sonokeling, sementara kayu-kayu itu tidak memiliki
dokumen (diduga hasil Illegal Logging) dan aktivitas pengangkutan oleh truk
melalui jalur – jalur pemeriksaan dan pengawasan oleh pihak – pihak terkait
yang tentunya memiliki kewenangan penuh untuk menangkap dan menindak?
Kata Ardiansyah, itulah
yang patut dipertanyakan, kenapa aktivitas pengangkutan kayu Sonokeling diduga
Illegal dengan menggunakan truk bisa lolos dari pengawasan dan penindakan. Padahal,
berbicara legalitas kayu kayu yang diangkut itu, jelas tidak memiliki dokumen,
termasuk dokumen pengangkutan dan lainnya.
“Kami menduga para
pengepul dan pemodal sudah mengatur cara – cara ini dengan mengeluarkan biaya
yang sangat besar untuk diberikan kepada oknum – oknum terkait, agar tidak
dipersulit saat melakukan pengangkutan,” ungkapnya sembari menduga bisnis kayu Sonokeling
melibatkan orang – orang penting.
Apa mungkin kayu –
kayu Sonokeling yang diangkut dengan menggunakan truk, itu bersumber dari
wilayah kebun masyarakat?
Tambah Ardiansyah,
itu tidak mungkin, sebab pohon sonokeling di dalam kebun kebun masyarakat,
jumlahnya sedikit, sementara aktivitas penembangan kayu Sonokeling masih terjadi
sampai saat ini. Artinya, pohon Sonokeling itu lebih banyak bersumber dari
dalam kawasan. “Pohon sonokeling itu lebih banyak berada di dalam kawasan.
Bahkan jenis pohon sonokeling super itu juga berasal dari kawasan. Maka itu, para
pengepul dan pemodal lebih banyak mengincar kayu Sonokeling dalam kawasan,”
terangnya lagi.
Terlepas dari hal
itu, Ardiasyah berharap pihak-pihak terkait yang memiliki kewenangan bisa
meningkatkan pengawasan dan penindakan. Termasuk, bisa serius dalam mencegah
praktek penebangan pohon Sonokeling dalam kawasan.
“Sampai saat ini penebangan
dan pengangkutan Sonokeling, masih saja terjadi. Kayu – kayu ini diangkut
menggunakan truk dari wilayah Bima ke Dompu. Ada juga yang diangkut dari
wilayah Dompu ke Bima. Ini yang perlu menjadi perhatian bersama, guna menjaga
agar pohon Sonokeling tetap tumbuh subur dalam kawasan,” tandasnya. (Rul)