AMRB, saat melakukan aksi unjuk rasa menyampaikan aspirasi dan tuntutan |
Bima, Topikbidom.com - Aliansi Mahasiswa dan Rakyat Bima (AMRB), belum lama ini meminta dan mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Bima, agar segera mewujudkan Peraturan Daerah Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Hal ini, dilakukan dalam menciptakan kesejahteraan rakyat.
Koordinator AMRB mengatakan, secara aspek geografis daerah NTB terdiri dari dua pulau yaitu pulau Lombok dan Sumbawa dengan luas keseluruhan 20.153,15 km. Berdasarkan luas wilayah ini, Pemda NTB telah menetapkan RTRW Provinsi NTB 2009-2029 dalam 12 Kawasan Strategis Propinsi (KSP), dimana hanya 4 KSP saja yang tidak menempatkan sektor pertanian sebagai sektor strategis yaitu (Mataram Metro, Senggigi Gili,Kute dan sekitarnya dan Waworada-Sape,red), sementara 8 KSP sisanya menempatkan pertanian sebagai sektor strategis. Sumbangan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan terhadap PDRB dari tahun 2013 sampai 2017 selalu tinggi, hanya pada tahun 2015 dan 2016 sektor ini menempati urutan kedua.
"Hanya kalah sedikit dari sektor pertambangan dan penggalian. Kontribusi sektor pertanian, kehutanan dan perikanan terhadap PDRB Provinsi terbesar setiap tahun selalu berada pada kisaran 22 persen dibandingkan sektor lain yang hanya dibawah angka 20 persen," ungkapnya, Jumat (26/4/2024).
Ia, menyebut pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan terhadap PDRB setiap tahun selalu meningkat yaitu pada tahun 2017 tumbuh 6,60 persen dibandingkan sektor strategis pertambangan dan penggalian minus -19,86.
"Berdasarkan data yang telah diuraikan tersebut, terlihat bahwa dominasi sektor pertanian dalam mewarnai kondisi daerah Propinsi NTB sangatlah vital. Apalagi pada kondisi pandemi Covid. 19 tahun 2020 sampai 2021 sektor pertanian menjadi sandaran utama dalam mendulang PDRB bagi daerah Propinsi NTB," paparnya.
Berdasarkan dominasi tersebut, maka pantas dikatakan bahwa daerah NTB merupakan daerah agraris (pertanian) yang arah kebijakan dan program Legislasi daerah (Prolegda) harus berorientasi pada sektor pertanian. Saat ini, pemerintah daerah belum memberikan jaminan yang terkait perlindungan dan pemberdayaan petani di Bima. Hal ini, menunjukkan adanya kekurangan dalam komitmen dan tindakan nyata untuk mendukung sektor pertanian.
Menurutnya, tanpa adanya landasan hukum yang mengatur perlindungan dan pemberdayaan petani, potensi konflik dan ketimpangan dalam distribusi manfaat sektor pertanian dapat terus berlangsung. Ketika harga jual pertanian terus merosot, petani di Bima menjadi salah satu pihak yang paling terdampak.
"Belum adanya perlindungan yang memadai serta kurangnya pemberdayaan dari pemerintah setempat membuat para petani semakin rentan terhadap kondisi ekonomi yang tidak pasti," jelasnya.
Ia, juga mempertanyakan lantas dimana letak tanggung jawab pemerintah Kabupaten Bima terhadap petani dan apa saja yang harus dilindungi dan di berdayakan terutama dalam problematik paska panen raya komoditas jagung. Apabila, mengacu pada undang-undang nomor 19 tahun 2013 seharusnya pemerintah daerah mengemban tanggung jawab dalam menetapkan kebijakan perlindungan dan pemberdayaan petani sesuai dengan kewenangannya dengan memperhatikan asas dan tujuan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dengan melibatkan peran serta masyarakat (vide Pasal 8-11).
Mengacu dalam peraturan yang sama sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 undang undang nomor 19 tahun 2013 yang berbunyi perlindungan dan pemberdayaan Petani bertujuan untuk mewujudkan kedaulatan dan kemandirian Petani dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kehidupan yang lebih baik, menyediakan prasarana dan sarana Pertanian yang dibutuhkan dalam mengembangkan Usaha Tani, memberikan kepastian Usaha Tani, melindungi Petani dari fluktuasi harga, praktik ekonomi biaya tinggi dan gagal panen.
Selain itu, juga meningkatkan kemampuan dan kapasitas Petani serta Kelembagaan Petani dalam menjalankan Usaha Tani yang produktif, maju, modern dan berkelanjutan dan menumbuhkembangkan kelembagaan pembiayaan Pertanian yang melayani kepentingan Usaha Tani.
Melihat tinjauan yuridis tersebut, fakta pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luas justru berkata lain. Pasalnya, sampai hampir 2 dekade Pemerintah Kabupaten Bima, belum memiliki sama sekali kebijakan yang diperkuat lewat landasan hukum di tingkatan daerah dalam hal melindungi dan memberdayakan petani, sehingga dapat dikatakan penyebab utama dalam fluktuasi harga jagung di masyarakat Bima adalah tidak adanya peran pemerintah yang cukup dalam melindungi dan memberdayakan petani.
Artinya, pemerintah daerah perlu memiliki perda (peraturan daerah) yang jelas mengenai harga jagung yang dapat memastikan adanya kestabilan harga serta perlindungan terhadap petani.
Bagaimana analisis ringan yang bisa digunakan dalam mengatur fluktuasi harga jagung?
Lanjutnya, pengaturan harga jagung melalui Harga Eceran Terendah (HET) yang diperkuat oleh Peraturan pelaksana, merupakan sebuah langkah strategis dalam mengontrol harga komoditas jagung di tingkat lokal. Dalam implementasinya, pertama-tama, pemerintah setempat akan menetapkan HET jagung.
Penetapan harga ini didasarkan pada sejumlah faktor, termasuk kondisi pasar, biaya produksi, dan kebutuhan petani untuk mendapatkan hasil yang layak dari usahanya. Harga tersebut dirancang sedemikian rupa sehingga tetap memberikan insentif bagi petani untuk terus mengembangkan usaha pertanian mereka, sambil juga memastikan ketersediaan jagung bagi konsumen dengan harga yang terjangkau.
Solusi lain yang dapat diterapkan oleh pemerintah adalah dengan mengembangkan konsep Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang dapat mengintervensi pasar secara tidak langsung. BUMD dapat berperan sebagai perantara antara petani dan konsumen serta mengendalikan fluktuasi harga jagung.
Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan membangun BUMD yang fokus pada distribusi dan pengolahan hasil pertanian, termasuk jagung. BUMD dapat membeli hasil panen petani dengan harga yang stabil dan mengatur distribusi jagung ke pasar lokal. Dengan begitu, fluktuasi harga jagung dapat dikendalikan dan petani dapat memperoleh penghasilan yang lebih stabil.
Selain itu, BUMD juga dapat berperan dalam mengembangkan agroindustri jagung di Bima. Dengan mengolah jagung menjadi produk bernilai tambah. Di samping itu secara menyeluruh juga perlu adanya penguasaan aset lokal yang berorientasi pada kepentingan rakyat dan dibawah kontrol rakyat, pembangunan industri daerah yang kuat dibawah kontrol bersama rakyat, Reforma agraria yang berorientasi pada kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat, serta perlu adanya Keberpihakan politik anggaran untuk kesejahteraan rakyat NTB.
Lantas apa permasalahan yang disuarakan, termasuk apa aspirasinya AMRB?
Tambahnya, mengenai anjloknya Harga Jagung, Hentikan Pembungkaman Ruang Demokrasi, Hentikan Represif dan Kriminalisasi Terhadap Gerakan Rakyat, Revisi Perda, Perbaikan Infrastruktur, Pembentukan BUMD Pada Komoditas Pertanian. "Kami juga meminta Perum untuk membeli Jagung Petani dengan harga yang sudah ditetapkan tetapkan," tandasnya. (Miko)