Sejumlah wartawan, saat mengkonfirmasi pihak Kejaksaan Dompu di kantor Kejaksaan Dompu |
Dompu, Topikbidom.com - Pasca penetapan AH, mantan Aparatur Sipil Negara (ASN) Dinas Kesehatan (Dikes) Dompu, sebagai tersangka dan ditahan dalam kasus dugaan Korupsi proyek Pembangunan Gedung Puskesmas Dompu Kota tahun anggaran 2021, kinerja Kejaksaan Negeri (Kejari) Dompu, terus diwarnai sorotan dan kritikan.
Sorotan dan kritikan, ini tidak hanya menyangkut penetapan tersangka, tapi juga soal penahanan AH yang saat itu menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek tersebut.
Pernyataan ini, disampaikan secara langsung Ramadhan SH, warga asal Kabupaten Dompu, yang saat ini menetap di Jakarta. Ia mengatakan, ada misteri dibalik proses Hukum kasus dugaan korupsi pembangunan gedung Puskesmas Dompu Kota, termasuk penetapan AH sebagai tersangka.
"Ada dugaan kejanggalan dalam penanganan kasus itu (dugaan korupsi pembangunan gedung Puskesmas Dompu Kota,Red," ujarnya.
BACA JUGA: Kejari Dompu Tahan Mantan ASN Dikes
BACA JUGA: Kasus Dugaan Korupsi Pembangunan Gedung Puskesmas Dompu Kota, Keluarga AH Angkat Bicara
Sepengetahuannya, sebelumnya pekerjaan proyek pembangunan fasilitas pelayanan kesehatan ini, itu tidak terlepas dari pengawasan pihak Kejari Dompu, melalui Penandatanganan Nota Kesepakatan tentang Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D).
"Seingat saya, proyek pembangunan gedung Puskesmas Dompu Kota, dulu dalam pendampingan dan pengawasan Kejari Dompu," ungkapnya.
Pendampingan dan pengawasan yang dilakukan Kejari, terhadap pembangunan di segala sektor, baik secara kuantitatif maupun kualitatif membuka celah terjadinya masalah hukum, sengketa hukum serta perkara hukum.
"Peran Kejari melakukan pendampingan dan pengamanan proyek strategis nasional dan daerah secara profesional dan penuh integritas dengan harapan terwujud proses pengadaan barang-jasa yang tepat mutu, tepat waktu, dan tepat biaya," jelasnya.
BACA JUGA: Pemuda Dompu Minta Pemda Jangan Lepas Tangan Soal Pejabat Terjerat Masalah Hukum
Artinya, Nota Kesepakatan ini mengedepankan pencegahan terhadap adanya pelanggaran. Penandatanganan dimaksudkan untuk semakin meningkatkan hubungan sinergitas, koordinasi dan kerjasama dalam upaya untuk mendorong dan mendukung keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan infrastruktur.
"Kesepakatan itu lebih mengedepankan pencegahan atau hukum preventif. Mencegah lebih baik daripada menindak. Tidak lagi timbul rasa ketakutan dan khawatir bagi pelaksana pembangunan di daerah atau di pusat ketika sudah ada pendampingan dari penegak hukum,” terangnya.
Menurut Ramadhan, TP4D membuktikan ada peran luar biasa Kejari dalam proses dan pelaksanaan pekerjaan proyek pembangunan gedung Puskesmas Dompu Kota. "Ini menandakan Kejari, tentu mengetahui proses awal dan akhir pembangunan fasilitas kesehatan itu," katanya.
Selain itu, Kejari juga tentu mengetahui adanya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI yang sebelumnya menemukan adanya kerugian Negara mencapai Rp.47 Juta dalam pekerjaan proyek tersebut.
"Saya meyakini Kejari juga mengetahui mengenai pembayaran kerugian negara yang sudah dilakukan rekanan pelaksanaan proyek itu, guna menindaklanjuti hasil LHP BPK RI yang sebelumnya disampaikan Inspektorat Dompu. Kalau Kejari mengaku tidak mengetahui dan menyatakan tidak ada pengembalian, pernyataan Kejari perlu dipertanyakan," katanya lagi.
Masih menurut Ramadhan, proses pembangunan gedung Puskesmas Dompu Kota, itu memiliki mekanisme dan aturan. Begitu, pun mengenai adanya LHP BPK. Rekanan diberikan limit waktu untuk menindaklanjuti.
Misalnya, ditemukan kekurang volume pekerjaan, dimana mereka diberikan waktu untuk mengerjakan item yang menjadi kekurangan. Begitu juga, jika terjadi kelebihan pembayaran. Mereka akan diberikan waktu untuk melakukan pengembalian terhadap kelebihan tersebut.
"Artinya, ketika semua LHP sudah tindaklanjuti, maka tentu pelanggaran yang terjadi terselesaikan dan sudah tidak ada masalah. Ini dibuktikan dengan dilaksanakannya serah terima bangunan gedung Puskesmas Dompu Kota. Apalagi, sampai saat ini bangunan itu berdiri kokoh dan tetap menjadi pusat pelayanan kesehatan bagi masyarakat di Kecamatan Dompu," paparnya.
Ramadhan Mulai Tanda Tanya Soal Proses Hukum Dugaan Korupsi Pembangunan Gedung Puskesmas Dompu Kota?
Kinerja Kejari Dompu, dalam penanganan proses Hukum kasus dugaan korupsi pembangunan Gedung Puskesmas Dompu Kota, patut dipertanyakan. Dalih menindaklanjuti laporan resmi masyarakat, sehingga melakukan penyelidikan dan penyidikan sampai pada penetapan dan penahanan tersangka AH, yang dalam proyek pembangunan itu menjabat sebagai PPK.
BACA JUGA: Dugaan Korupsi Puskesmas Kota Dompu, Suryani : Negara Zalim Terhadap Kami
BACA JUGA: Korupsi dan Nafsu Penjara Bagi Aparat Penegak Hukum
Ramadhan menilai, penetapan dan penahanan AH oleh Kejari, terkesan rancu. Padahal, sebelumnya adanya laporan masyarakat, pihaknya Kejaksaan sudah lebih awal mengetahui seperti apa pelaksanaan pekerjaan dan penyelesaian pekerja proyek tersebut, sebagaimana fungsi kejaksaan salam TP4D.
Tidak hanya itu, kejaksaan juga tentu mengetahui sebelumnya AH selaku PPK dalam proyek itu, sudah melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan dan aturan yang ada. Termasuk, meminta rekanan untuk membayar temuan kerugian negara sebelum adanya laporan masuk dari masyarakat di kantor Kejaksaan setempat.
"Lantas, AH ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Kejaksaan. Lalu, apa bukti yang mendasar sehingga AH dikatakan diduga melakukan korupsi. Apakah AH menerima aliran dana atau kesalahan apa. Jujur, saya bingung dengan sikap Kejaksaan," herannya.
Yang lebih bingung lagi, dalam kasus itu hanya ditetapkan 2 tersangka, termasuk AH yang saat ini ditahan. Sementara, pihak pihak lain yang terlibat dalam proses pembangunan proyek itu, salah satunya Konsultan dan Pengawas, tidak ditetapkan sebagai tersangka dan tidak ditahan. Padahal, peran Konsultan dan Pengawas, itu tidak bisa dipisahkan dengan peran PPK.
Begitu juga, soal hitungan kerugian Negara. BPK RI menemukan kerugian negara mencapai Rp.47 Juta, sementara data Kejaksaan menemukan kerugian mencapai Rp.944 Juta. Kalau kejaksaan tidak memakai hitungan BPK yang sebelumnya sudah diselesaikan, maka terkesan kejaksaan tidak percaya dengan audit yang dilakukan oleh BPK.
"Ini sangat rancu. Padahal BPK adalah lembaga tertinggi yang melakukan audit," herannya lagi.
Masih menurut Ramadhan, mestinya hasil pengawasan dan pendampingan serta hasil audit BPK terhadap proyek tersebut, menjadi acuan bagi Kejaksaan dalam menangani kasus dugaan korupsi itu. Bukan, sebaliknya mengabaikan. "Ini semakin membuat tanda tanya publik, ada apa dengan Kejaksaan," katanya lagi.
Ini membuktikan, adanya kerancuan terhadap penetapan dan penahanan terhadap AH. "Kejari jangan main main dengan nasib orang. Jangan sampai AH menjadi korban dalam kasus ini," tegasnya.
Sejumlah wartawan, saat mengkonfirmasi Ketua Sementara DPRD Dompu, H Andi Bachtiar A.Md Par di kantor DPRD Dompu |
Disela waktu, Ketua Sementara DPRD Dompu, H. Andi Bachtiar A.Md Par, juga menyampaikan kekhawatiran mengenai nasib ASN yang menjabat sebagai PPK dalam kegiatan barang jasa, khususnya proyek pembangunan.
Mestinya, atas nama institusi yang diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk melakukan audit, harus ikut bertanggungjawab untuk memastikan bahwa cara perhitungan mereka dengan cara hitungan Aparat Penegak Hukum (APH), itu harus dipadukan.
"Mereka juga harus hadir untuk memastikan bentuk pertanggungjawaban. Ini yang harus dilakukan, jangan sampai audit sebelumnya tidak dipakai," ujarnya.
Sebenarnya mengenai masalah dugaan pidana korupsi bagi ASN, itu diselesaikan secara internal melalui Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) yang bertugas memiliki tugas pokok dan fungsi untuk melakukan pengawasan terhadap pejabat intern pemerintah.
Sepengetahuannya, ketika ada LPH terhadap suatu pekerjaan dan lainnya, itu diberikan tenggang waktu untuk menindaklanjuti dan menyelesaikan mengenai kekurangan volume pekerjaan atau kelebihan pembayaran. "Kalau volume kurang ditambah. Kalau kelebihan bayar dikembalikan. Begitulah teorinya," jelasnya.
Mengenai kasus itu, mungkin bisa menjadi pelajaran, terutama dalam hal penempatan PPK yang harus selektif, termasuk soal kompetensi. Apakah, mereka yang menjabat PPK harus orang teknis yang tidak sekedar secara administrasi hanya membubuhkan tanda tangan.
"Intinya PPK harus punya kemampuan untuk memahami secara teori atau mengenai struktur kontruksi pembangunan," terangnya.
Lanjut H. Andi, secara konsep selaku wakil rakyat pihaknya akan mendorong jajaran inspektorat selaku APIP bahwa eksistensi mereka harus diperhatikan. Jangan hanya sekedar melakukan evaluasi dan pengawasan, sehingga menggugurkan kewajiban.
Tidak mungkin rekan rekan APH berani mengambil resiko untuk melakukan perhitungan sendiri yang hasilnya terlampau jauh dari hasil hitungan BKP RI. Sebagai DPRD, pihaknya akan mendorong untuk mempertemukan para pihak agar menghasilkan standar yang jelas dan tidak boleh Abal Abal.
Misalnya, LHP sudah diselesaikan, apakah masih dibuka ruang untuk publik sehingga melakukan investigasi khusus. Konsepnya harus disamakan, supaya beberapa lembaga ini saling menghargai dan memberikan pengakuan terhadap eksistensi. "Perlu diketahui yang diberikan kewenangan audit sesuai dengan undang-undang, itu adalah BPK, BPKP dan Inspektorat," terangnya lagi.
Sejumlah wartawan, saat mengkonfirmasi Kepala Inspektorat Dompu, Haeruddin SH |
Disela waktu, Kepala Inspektorat Dompu, Haeruddin SH, membenarkan adanya LHP BPK RI mengenai proyek pembangunan gedung Puskesmas Dompu Kota, yang menemukan adanya kerugian Negara sebesar Rp.47 Juta.
Ia, juga membenarkan, LHP itu sudah ditindaklanjuti oleh rekanan atau pelaksana pekerjaan proyek itu dengan cara membayar kerugian Negara. "Saya menyampaikan hal ini sebagaimana yang pernah juga disampaikan Sekda Dompu dalam pemberitaan," ujarnya, saat dikonfirmasi sejumlah wartawan di kantornya.
Kasi Intelijen Kejari Dompu ,Joni Eko Waluyo SH |
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Dompu, melalui Kasi Intelijen Kejari, Joni Eko Waluyo SH, mengatakan terkait perkembangan perkara dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Gedung Puskesmas Dompu Kota, pasca penetapan dan penahanan tersangka, saat ini pihaknya tengah melakukan pemanggilan dan pemeriksaan lanjutan terhadap beberapa saksi untuk mendukung alat bukti.
"Disamping kerugian negara dalam kasus ini sudah ada. Saat ini kami tengah melakukan pendalaman. Mengenai proses perkembangannya tentu akan kami sampaikan kepada rekan rekan media," ujar Joni, saat dikonfirmasi sejumlah wartawan di kantor Kejari Dompu.
Lantas, bagaimana soal pengembalian kerugian negara yang sebelumnya sudah dilakukan oleh rekanan sebelum laporan kasus ini masuk di Kejaksaan?
Berdasarkan informasi dari penyidik, itu tidak ada pengembalian kerugian negara. Kalau pun itu ada, silakan pihak pihak terkait membuka dan menunjukannya dalam persidangan. "Hal itu bisa dilakukan di persidangan nanti," jelasnya.
Disinggung soal pendampingan dan pengawasan proses pekerjaan pembangunan gedung Puskesmas Dompu Kota, yang dilakukan Kejaksaan melalui program TP4D, sebelumnya adanya laporan mengenai kasus itu di Kejaksaan?
Joni menjelaskan, pendampingan dan pengawasan itu memang ada. Hanya saja, itu dilakukan secara keseluruhan terhadap beberapa pekerjaan pembangunan di Kabupaten Dompu, termasuk Puskesmas Dompu Kota.
Dalam proses pendampingan dan pengawasan itu, pihaknya tidak diperbolehkan masuk secara teknis. Pihak Kejaksaan yang melakukan pendampingan, itu bagian Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (DATUN). "Mereka melakukan pendampingan dalam hal admistrasi, termasuk memberikan saran saran kepada para pihak yang terlibat dalam pekerjaan proyek tersebut," terangnya.
Lanjut Joni, mesti ada fungsi dan tugas DATUN dalam program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, bukan berarti pihaknya mengabaikan adanya laporan masyarakat yang melaporkan adanya dugaan tindak pidana dalam pekerjaan tersebut. "Tentunya laporan masyarakat tetap kami tindaklanjuti dan dalami," jelasnya lagi.
Lantas, bagaimana mengenai perbedaan hitungan kerugian Negara yang dilakukan oleh BPK RI sebesar Rp.47 Juta, sementara data hitungan kerugian Negara yang dikantongi Kejaksaan sebesar Rp.944 Juta?
Cara hitungan kerugian negara, itu berbeda. Kalau di Kejaksaan, itu sistem ada Audit Investigasi (AI), termasuk meminta bantuan Inspektorat Provinsi NTB, sehingga keluarlah hitungan kerugian negara yang nilai lebih besar. Hasil itulah, kemudian didalami oleh pihaknya.
"Mengenai sumber kerugian negara, pihaknya tidak bisa membuka secara umum dan hanya bisa dibuka di fakta persidangan oleh tim penyidik," terangnya.
Kalau memang seperti itu, kenapa Kejaksaan berani menetapkan orang sebagai tersangka, termasuk AH yang saat ini ditahan. Padahal, AH tidak mendapatkan haknya untuk mengetahui kesalahan apa yang dia lakukan?
Kata Joni, penetapan dan penanganan tersangka, itu dilakukan sesuai dengan aturan dan ketentuan Hukum yang berlaku. Meski demikian, pihaknya tetap mengedepankan asas praduga tidak bersalah. Mengenai alasan kenapa penetapan dan penahanan tersangka dilakukan, itu akan dibuka dalam fakta persidangan.
"Itu adalah kewenangan kami (menetapkan tersangka dan menahan tersangka,red). Intinya semua ini akan kami buka dalam fakta persidangan," paparnya.
Kembali disinggung soal penetapan tersangka yang hanya menjerat rekanan dan AH. Sementara, pihak lainnya, termasuk Konsultan dan Pengawas, tidak ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan?
Tambah Joni, penanganan kasus ini terus berjalan dan tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lainnya dalam kasus tersebut. "Intinya perkembangan kasus ini tetap akan kami sampaikan kepada rekan rekan media," tandasnya. RUL